PENDAHULUAN
Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam
perekonomian Indonesia, baik sebagai salah satu sumber penerimaan devisa maupun
penciptaan lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Pariwisata ini juga
merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam perolehan
devisa negara melalui wisatawan mancanegara (wisman). Jika dibandingkan dengan
devisa yang dihasilkan dari sepuluh komoditi utama yaitu (1) minyak dan gas
bumi, (2) minyak kelapa sawit, (3) karet olahan, (4) pakaian jadi, (5) alat
listrik, (6) tekstil, (7) kertas dan barang dari kertas, (8) makanan olahan,
(9) kayu olahan, dan (10) bahan kimia, ternyata pariwisata memberikan
kontribusi dalam penerimaan devisa pada urutan keenam pada tahun 2006.
Peningkatan ekspor barang dan jasa pada tahun 2006 sampai tahun 2008 terus
terjadi, demikian halnya dengan pariwisata. Peningkatan devisa dari sektor
pariwisata lebih cepat jika dibandingkan dengan ekspor barang dan jasa lainnya.
Pada tahun 2007 sektor ini menempati posisi terbesar kelima jika dibandingkan
dengan ekspor lainnya, dan terus meningkat menjadi
Neraca pembayaran luar negeri balance of payment (BOP)
mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam
era globalisasi dan perdagangan bebas, pariwisata akan makin bertambah penting
dengan makin berkembangnya perdagangan dan investasi luar negeri. Namun, dalam
neraca jasa-jasa selalu terjadi defisit. Pariwisata yang termasuk bagian dari
neraca jasa-jasa merupakan satu-satunya yang memberikan kontribusi positif.
ISI
Permintaan pariwisata internasional di Indonesia dipengaruhi
oleh pendapatan dari negara asal wisatawan, harga pariwisata Indonesia, dan
harga pariwisata negara pesaing, yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Apakah kedatangan wisatawan ke Indonesia ini merupakan rangkaian perjalanan
pariwisata dari ketiga negara tersebut (sebagai barang komplemen) atau
merupakan pilihan tunggal sebagai tujuan utama perjalanan (sebagai barang
substitusi).
Data harga pariwisata dalam praktiknya sulit diperoleh
karena komoditi pariwisata merupakan komposit dari barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh wisatawan. Studi yang dilakukan oleh Jorgensen dan Solvoll
(1996) dan Kulendran dan King (1997) dalam Stabler et.al. (2010) menggunakan
biaya paket wisata sebagai proxy untuk harga pariwisata. Harga pariwisata
sebenarnya terdiri dari harga berbagai jenis barang dan jasa sehingga sulit
untuk mendapatkan angka tunggal tentang harga ini. Oleh karena itu, harga
pariwisata dapat direpresentasikan oleh indeks harga konsumen negara tujuan
dibagi dengan indeks harga konsumen negara asal wisatawan dibagi dengan nilai
tukar mata uang ke dua negara (Choyakh, 2008).
Permintaan pariwisata juga dapat dipengaruhi oleh permintaan
pariwisata pada tahun sebelumnya karena alternatif untuk mengunjungi tempat
lain terkendala oleh terbatasnya informasi daerah tujuan tersebut. Sering
diasumsikan
bahwa semakin banyak informasi tentang daerah tujuan wisata
tersebut, akan semakin banyak wisatawan yang mengunjunginya. Dampak peningkatan
informasi ini dapat dilihat dengan memasukkan variabel lag dalam persamaan
permintaan akan pariwisata sebagai variabel bebas. Ini sejalan dengan hipotesis
bahwa umumnya wisatawan akan mengunjungi kembali daerah yang pernah dikunjungi
sebelumnya.
Jumlah penduduk suatu negara juga merupakan salah satu
variabel yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke negara lain. Semakin
meningkat jumlah penduduknya, akan semakin banyak penduduk tersebut melakukan
perjalanan wisata. Variabel lainnya yang mempengaruhi jumlah kunjungan
wisatawan, antara lain, pengeluaran untuk pemasaran, variabel dummy event seni,
budaya dan olah raga, perubahan politik negara yang dikunjungi, kebijakan
pemerintah dan keamanan.
Sebagian besar studi tentang permintaan pariwisata
menggunakan persamaan tunggal dengan jumlah kunjungan wisatawan ke suatu
destinasi merupakan fungsi dari pendapatan, harga pariwisata, nilai tukar mata
uang negara asal dengan negara tujuan, biaya transportasi, serta variabel dummy
tentang faktor kualitatif yang mempengaruhi kunjungan wisatawan. Model yang
digunakan dapat berupa model log linear dengan koefisien dari variabel
penjelasnya mencerminkan nilai elastisitasnya (Garin-Munoz et al., 2000,
Choyakh, 2008, Poenca and Elias, 2005, Aslam et al., 2009), dan model linear
biasa yang koefisien variabel penjelasnya koefisien constant marginal effect
(Stabler et al., 2010). Namun, terdapat beberapa penelitian yang menggunakan
panel data yang merupakan kombinasi data time series dengan data cross-section
untuk menghindari terjadinya multikolinearitas dan meningkatkan derajat
kebebasan (Choyakh, 2008).
Model yang telah dibuat walaupun secara teori ekonomi benar,
secara statistik signifikan, dan secara ekonometrik benar untuk sampel yang
sesuai pada periode yang digunakan, sudah tidak dapat dipakai untuk peramalan
karena cepatnya perubahan hubungan struktural dari model yang telah dibuat
(Koutsoyianis, 1978). Berdasarkan teori mikroekonomi tentang permintaan,
permintaan pariwisata didefinisikan sebagai sejumlah barang dan jasa pariwisata
di mana konsumen (wisatawan) bersedia dan mampu untuk membeli dalam waktu dan
kondisi tertentu. Dalam hal ini permintaan adalah fungsi dari pendapatan
wisatawan, harga barang dan jasa pariwisata, harga barang dan jasa substitusi,
serta variabel kualitatif lainnya seperti krisis ekonomi dan perang teluk
dengan menggunakan variabel dummy (Choyakh, 2008).
Witt et al. (1995) dalam Mavri (2009) menyatakan bahwa sudah
banyak studi tentang permintaan pariwisata dengan menggunakan pendekatan
ekonometrika. Teknik kuantitatif lainnya yang juga sering digunakan adalah
gravity model dan model time series. Temuan utama dalam model tersebut
menyatakan bahwa tidak mungkin membangun model hanya dengan menggunakan persamaan
tunggal untuk semua negara asal dan tujuan wisatawan. Variabel tertentu dapat
mempengaruhi suatu negara, tetapi tidak mempengaruhi negara yang lain dan
estimasi koefisien sangat bervariasi antar-negara. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan persamaan simultan untuk
melihat keterkaitan antarvariabel yang mempengaruhi permintaan wisatawan
mancanegara di Indonesia serta penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri.
Pariwisata seperti halnya sektor perekonomian lainnya,
memiliki peluang semakin berkembang yang cukup besar, dengan adanya
liberalisasiHal tersebut
terjadi karena semakin mudahnya akses sarana transportasi
antarnegara serta semakin terbukanya penduduk melakukan perjalanan ke luar
negeri, meningkatnya volume perdagangan internasional, dan masuknya/keluarnya
investasi dari/ke luar negeri
Penutup
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia
dipengaruhi secara positif oleh GDP negara asal wisatawan dan harga pariwisata
negara pesaing. Demikian juga dengan pengeluaran mereka selama di Indonesia
sehingga jumlah devisa yang masuk ke Indonesia akan meningkat saat GDP negara
asal wisatawan dan atau harga pariwisata negara pesaing meningkat. Sementara
harga pariwisata Indonesia di mata wisatawan mancanegara berpengaruh negatif
terhadap jumlah kunjungan maupun pengeluarannya.
Nilai tukar rupiah
terhadap mata uang negara asal wisatawan berpengaruh negatif terhadap neraca
pariwisata Indonesia. Semakin menguat nilai rupiah, semakin berkurang devisa
yang masuk ke Indonesia dan semakin meningkat devisa yang keluar Indonesia
sehingga neraca pariwisata semakin mengecil.
Pemulihan perekonomian dunia yang mulai membaik setelah
terjadinya krisis global dan peningkatan GDP negara asal wisman perlu disikapi
dengan upaya promosi yang lebih terfokus pada negara-negara yang potensial
mendatangkan wisman.
Stabilitas harga di dalam negeri dan stabilitas nilai tukar
mata uang asal wisatawan dengan mata uang rupiah diperlukan untuk menjaga agar
harga pariwisata Indonesia tetap kompetitif. Selain itu, jaminan keamanan di
dalam negeri tetap harus ditingkatkan.
Dalam upaya meningkatkan jumlah kunjungan wisman, pemerintah
memberikan kemudahan melalui fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS).
Namun, sejak tahun 2004 fasilitas tersebut diganti dengan Visa Saat Kunjungan
(visa on arrival) untuk beberapa negara asal wisman dengan menerapkan prinsip
resiprokal. Hal ini dapat menghambat upaya peningkatan jumlah kunjungan wisman.
Pemberian bebas fiskal kepada penduduk Indonesia yang akan
pergi ke luar negeri memicu peningkatan jumlah outbound sehingga devisa yang
keluar melalui outbound akan meningkat lebih cepat yang pada gilirannya akan
menurunkan neraca pariwisata.
Daftar Pustaka
kita juga punya nih artikel mengenai 'pariwisata', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
BalasHapusPARIWISATA
terima kasih