Minggu, 14 April 2013

EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL PADA PEREKONOMIAN INDONESIA


PENDAHULUAN

Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai salah satu sumber penerimaan devisa maupun penciptaan lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Pariwisata ini juga merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam perolehan devisa negara melalui wisatawan mancanegara (wisman). Jika dibandingkan dengan devisa yang dihasilkan dari sepuluh komoditi utama yaitu (1) minyak dan gas bumi, (2) minyak kelapa sawit, (3) karet olahan, (4) pakaian jadi, (5) alat listrik, (6) tekstil, (7) kertas dan barang dari kertas, (8) makanan olahan, (9) kayu olahan, dan (10) bahan kimia, ternyata pariwisata memberikan kontribusi dalam penerimaan devisa pada urutan keenam pada tahun 2006. Peningkatan ekspor barang dan jasa pada tahun 2006 sampai tahun 2008 terus terjadi, demikian halnya dengan pariwisata. Peningkatan devisa dari sektor pariwisata lebih cepat jika dibandingkan dengan ekspor barang dan jasa lainnya. Pada tahun 2007 sektor ini menempati posisi terbesar kelima jika dibandingkan dengan ekspor lainnya, dan terus meningkat menjadi
Neraca pembayaran luar negeri balance of payment (BOP) mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, pariwisata akan makin bertambah penting dengan makin berkembangnya perdagangan dan investasi luar negeri. Namun, dalam neraca jasa-jasa selalu terjadi defisit. Pariwisata yang termasuk bagian dari neraca jasa-jasa merupakan satu-satunya yang memberikan kontribusi positif.

ISI

Permintaan pariwisata internasional di Indonesia dipengaruhi oleh pendapatan dari negara asal wisatawan, harga pariwisata Indonesia, dan harga pariwisata negara pesaing, yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand. Apakah kedatangan wisatawan ke Indonesia ini merupakan rangkaian perjalanan pariwisata dari ketiga negara tersebut (sebagai barang komplemen) atau merupakan pilihan tunggal sebagai tujuan utama perjalanan (sebagai barang substitusi).
Data harga pariwisata dalam praktiknya sulit diperoleh karena komoditi pariwisata merupakan komposit dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh wisatawan. Studi yang dilakukan oleh Jorgensen dan Solvoll (1996) dan Kulendran dan King (1997) dalam Stabler et.al. (2010) menggunakan biaya paket wisata sebagai proxy untuk harga pariwisata. Harga pariwisata sebenarnya terdiri dari harga berbagai jenis barang dan jasa sehingga sulit untuk mendapatkan angka tunggal tentang harga ini. Oleh karena itu, harga pariwisata dapat direpresentasikan oleh indeks harga konsumen negara tujuan dibagi dengan indeks harga konsumen negara asal wisatawan dibagi dengan nilai tukar mata uang ke dua negara (Choyakh, 2008).
Permintaan pariwisata juga dapat dipengaruhi oleh permintaan pariwisata pada tahun sebelumnya karena alternatif untuk mengunjungi tempat lain terkendala oleh terbatasnya informasi daerah tujuan tersebut. Sering diasumsikan
bahwa semakin banyak informasi tentang daerah tujuan wisata tersebut, akan semakin banyak wisatawan yang mengunjunginya. Dampak peningkatan informasi ini dapat dilihat dengan memasukkan variabel lag dalam persamaan permintaan akan pariwisata sebagai variabel bebas. Ini sejalan dengan hipotesis bahwa umumnya wisatawan akan mengunjungi kembali daerah yang pernah dikunjungi sebelumnya.
Jumlah penduduk suatu negara juga merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke negara lain. Semakin meningkat jumlah penduduknya, akan semakin banyak penduduk tersebut melakukan perjalanan wisata. Variabel lainnya yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan, antara lain, pengeluaran untuk pemasaran, variabel dummy event seni, budaya dan olah raga, perubahan politik negara yang dikunjungi, kebijakan pemerintah dan keamanan.
Sebagian besar studi tentang permintaan pariwisata menggunakan persamaan tunggal dengan jumlah kunjungan wisatawan ke suatu destinasi merupakan fungsi dari pendapatan, harga pariwisata, nilai tukar mata uang negara asal dengan negara tujuan, biaya transportasi, serta variabel dummy tentang faktor kualitatif yang mempengaruhi kunjungan wisatawan. Model yang digunakan dapat berupa model log linear dengan koefisien dari variabel penjelasnya mencerminkan nilai elastisitasnya (Garin-Munoz et al., 2000, Choyakh, 2008, Poenca and Elias, 2005, Aslam et al., 2009), dan model linear biasa yang koefisien variabel penjelasnya koefisien constant marginal effect (Stabler et al., 2010). Namun, terdapat beberapa penelitian yang menggunakan panel data yang merupakan kombinasi data time series dengan data cross-section untuk menghindari terjadinya multikolinearitas dan meningkatkan derajat kebebasan (Choyakh, 2008).
Model yang telah dibuat walaupun secara teori ekonomi benar, secara statistik signifikan, dan secara ekonometrik benar untuk sampel yang sesuai pada periode yang digunakan, sudah tidak dapat dipakai untuk peramalan karena cepatnya perubahan hubungan struktural dari model yang telah dibuat (Koutsoyianis, 1978). Berdasarkan teori mikroekonomi tentang permintaan, permintaan pariwisata didefinisikan sebagai sejumlah barang dan jasa pariwisata di mana konsumen (wisatawan) bersedia dan mampu untuk membeli dalam waktu dan kondisi tertentu. Dalam hal ini permintaan adalah fungsi dari pendapatan wisatawan, harga barang dan jasa pariwisata, harga barang dan jasa substitusi, serta variabel kualitatif lainnya seperti krisis ekonomi dan perang teluk dengan menggunakan variabel dummy (Choyakh, 2008).
Witt et al. (1995) dalam Mavri (2009) menyatakan bahwa sudah banyak studi tentang permintaan pariwisata dengan menggunakan pendekatan ekonometrika. Teknik kuantitatif lainnya yang juga sering digunakan adalah gravity model dan model time series. Temuan utama dalam model tersebut menyatakan bahwa tidak mungkin membangun model hanya dengan menggunakan persamaan tunggal untuk semua negara asal dan tujuan wisatawan. Variabel tertentu dapat mempengaruhi suatu negara, tetapi tidak mempengaruhi negara yang lain dan estimasi koefisien sangat bervariasi antar-negara. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan persamaan simultan untuk melihat keterkaitan antarvariabel yang mempengaruhi permintaan wisatawan mancanegara di Indonesia serta penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri.
Pariwisata seperti halnya sektor perekonomian lainnya, memiliki peluang semakin berkembang yang cukup besar, dengan adanya liberalisasiHal tersebut
terjadi karena semakin mudahnya akses sarana transportasi antarnegara serta semakin terbukanya penduduk melakukan perjalanan ke luar negeri, meningkatnya volume perdagangan internasional, dan masuknya/keluarnya investasi dari/ke luar negeri

Penutup

Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dipengaruhi secara positif oleh GDP negara asal wisatawan dan harga pariwisata negara pesaing. Demikian juga dengan pengeluaran mereka selama di Indonesia sehingga jumlah devisa yang masuk ke Indonesia akan meningkat saat GDP negara asal wisatawan dan atau harga pariwisata negara pesaing meningkat. Sementara harga pariwisata Indonesia di mata wisatawan mancanegara berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan maupun pengeluarannya.
 Nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara asal wisatawan berpengaruh negatif terhadap neraca pariwisata Indonesia. Semakin menguat nilai rupiah, semakin berkurang devisa yang masuk ke Indonesia dan semakin meningkat devisa yang keluar Indonesia sehingga neraca pariwisata semakin mengecil.
Pemulihan perekonomian dunia yang mulai membaik setelah terjadinya krisis global dan peningkatan GDP negara asal wisman perlu disikapi dengan upaya promosi yang lebih terfokus pada negara-negara yang potensial mendatangkan wisman.
Stabilitas harga di dalam negeri dan stabilitas nilai tukar mata uang asal wisatawan dengan mata uang rupiah diperlukan untuk menjaga agar harga pariwisata Indonesia tetap kompetitif. Selain itu, jaminan keamanan di dalam negeri tetap harus ditingkatkan.
Dalam upaya meningkatkan jumlah kunjungan wisman, pemerintah memberikan kemudahan melalui fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS). Namun, sejak tahun 2004 fasilitas tersebut diganti dengan Visa Saat Kunjungan (visa on arrival) untuk beberapa negara asal wisman dengan menerapkan prinsip resiprokal. Hal ini dapat menghambat upaya peningkatan jumlah kunjungan wisman.
Pemberian bebas fiskal kepada penduduk Indonesia yang akan pergi ke luar negeri memicu peningkatan jumlah outbound sehingga devisa yang keluar melalui outbound akan meningkat lebih cepat yang pada gilirannya akan menurunkan neraca pariwisata.

Daftar Pustaka

1 komentar:

  1. kita juga punya nih artikel mengenai 'pariwisata', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
    PARIWISATA
    terima kasih

    BalasHapus