Minggu, 28 April 2013
Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Strategi Pembangunan Ekonomi
Pada dasarnya faktor - faktor yang akan mempengaruhi pemilihan strategi pembangunan ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai. Apabila yang ingin dicapai adalah tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka faktor yang mempengaruhi digunakannya strategi tersebut adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah, akumulasi kapital rendah, tingkat pendapatan pada kapital yang rendah, struktur ekonomi yang berat ke sektor tradisional yang juga kurang berkembang.
Melalui peningkatan laju pertumbuhan itu orang percaya bahwa prinsip trickle down effects akan bekerja dengan baik sehingga tujuan pembangunan secara keseluruhan dapat dicapai. Namun sepertinya yang telah diuraikan ternyata strategi pembangunan itu tidak dapat berperan baik, khusunya dalam mencapai tingkat pemerataan pembagunan, mengatasi penggangguran dan kemiskinan. Sehingga faktor yang mempengaruhi dipilihnya strategi penciptaan lapangan pekerjaan adalah tidak bekerjanya trickle down effect, pemerataan pembangunan yang pincang, penggangguran yang cukup besar sehingga di sektor tradisional yang tidak dipihak lain masih didukung laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi.
Faktor yang mempengaruhi diberlakukannya strategi pembangunan yang berorientasi pada penghapusan kemiskinan-kemiskinan pada dasarnya dilandasi keinginan yang baik, tetapi berdasarkan norma tertentu kemiskinan harus secepat mungkin dibatasi. Sementara itu strategi-strategi pembangunan yang lain ternyata sangat sulit mempengaruhi atau memberikan manfaat secara langsung kepada golongan miskin.
Strategi pembangunan, seperti telah diuraikan, ternyata malah menimbulkan ketidak-merataan hasil pembangunan. Ketidak-merataan itu tidak hanya antar golongan masyarakat, tetapi juga antar daerah. Sehingga ada daerah maju dan ada juga daerah yang terbelakang. Ketimpangan antar daerah ini pada dasarnya disebabkan oleh kebijaksanaan penanaman modal yang cenderung diarahkan ke lokasi tertentu atau malah akan terpusat di sesuatu daerah hal ini menyebabkan penyebaran penduduk juga tidak merata dan akan menumpuk disuatu daerah. Biasanya modal yang ditanamkan tersebut bersifat pada modal dan outputnya atau pada hasilnya yang berorientasi ke pasar-pasar internasional dan kelompuk menengah ke atas di dalam negeri. Dalam kebijaksanaan ini ternyata bekerjanya prinsip spread effect (bandingkan dengan prinsip trickle down effect) lebih lemah dibandingkan dengan bekerjanya back-wash effect (proses mengalir nya dan sumber daya dari daerah terbelakang & desa) ke daerah maju (perkotaan), sehingga strategi penanaman modal itu mengakibatkan makin miskinnya daerah terbelakang,khusunya pemiskinan sumber dayanya.
Selain karena kebijaksanaan penanaman modal, ketimpangan antar daerah juga disebabkan karena potensi daerah yang berbeda-beda. Didaerah kalimantan misalnya, potensi hutannya besar sekali dan itu tidak dimiliki pulau Jawa. Riau memiliki sumber minyak bumi dan tidak dimiliki di pulau jawa. Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi diberlakukannya strategi pembangunan yang berorientasi kepada pemerataan antar daerah potensi anyar daerah yang berbeda,kebijaksanaan penanaman modal yang berat sebelah dan karena adanya ketimpangan antar daerah.
Tugas Kelompok Perekonomian Indonesia
Disusun Oleh :
Badar Adiwijaya (21212331)
Bryn Artha Patria (28212399)
Reinhart Hamonangan (26212094)
Strategi Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita, memperhintungkan adanya perkembangan penduduk di sertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu Negara dan pemerataan bagi penduduk suatu Negara.
A. Strategi Pertumbuhan
Strategi ini akan terpusat pada upaya pembentukan modal, dan bagaimana menanamnya secara seimbang, menyebar, terarah & memusat sehinga dapat menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi ini akan di rasakan oleh golongan lemah melalui proses, dengan melalui tindakan pemerintah mendistribusikan hasil pembangunan.
Distribusi kembali hasil pembangunan yang tidak berjalan dengan semestinya menyebabkan golongan lemah yang tidak memiliki akses terhadap modal dan teknologi semakin tertinggal.
A. B. Strategi Pembangunan dengan Pemerataan
Konsep Strategi pembangunan
dengan pemerataan ini dengan di tingkatkannya pembangunan melalui teknik social
engineering yaitu penyusunan perencanaan induk & paket program terpadu,
tapi strategi ini belum berhasil memecahkan masalah pengangguran massal.
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan penduduk. Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Koefisien Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
C. Strategi Ketergantungan
Karena ketidak sempurnaan strategi pertama dan kedua muncullah strategi ketergantungan pada tahun 1965 ,teori ini menjelaskan tentang dasar-dasar kemiskinan yang diderita oleh negara-negara berkembang, kemiskinan ini disebakan karena adanya ketergantungan negara tersebut dari pihak atau negara lain maka dari itu suatu negara harus mengarahkan upaya pembangunan ekonominya pada usaha melepaskan diri dari ketergantungan pada pihak/negara lain.Langkah yang dapat ditempuh yaitu dengan meningkatkan produksi nasional yang disertai dengan peningkatan kemampuan dalam bidang produksi, lebih mencintai produk nasional.
Dari tabel di atas, Indonesia hanya mengalami surplus perdagangan dengan China pada 2003 sebesar 535 juta dollar AS, tepatnya 1 tahun sebelum pelaksanaan Free Trade Area. Dan sejak 2004 hingga Nov 2009, Indonesia ‘konsisten’ mengalami defisit perdagangan.
D. Strategi Berwawasan Ruang
Strategi ini dikemukakan oleh Myrdall dan Hirschman, yang mengemukakan sebab-sebab kurang mampunya daerah miskin berkembang secepat daerah yang lebih kaya/maju.
Menurut mereka kurang mampunya daerah miskin berkembang secepat daerah maju dikarenakan kemampuan/pengaruh menyetor dari kaya ke miskin (Spread Effects) lebih kecil daripada terjadinya aliran sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya (Back-wash-effects). Perbedaan pandangan kedua tokoh tersebut adalah, bahwa Myrdall tidak percaya bahwa keseimbangan daerah kaya dan miskin akan tercapai, sedangkan Hirschman percaya, sekalipun baru akan tercapai dalam jangka panjang
Back-Wash-Effect menyebabkan adanya sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya menyebebabkan daerah miskin tidak dapat berkembang.
E. Strategi Pendekatan Kebutuhan Pokok
Sasaran dari strategi ini adalah menanggulangi kemiskinan secara masal. Strategi ini selanjutnya dikembangkan oleh Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO) pada tahun 1975, dengan menekankan bahwa kebutuhan pokok manusia tidak mungkin dapat dipenuhi jika pendapatan masih rendah akibat kemiskinan yang bersumber pada pengangguran. Oleh karena itu sebaiknya usaha-usaha diarahkan pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan kebutuhan pokok dan sejenisnya
Pengangguran merupakan sumber ketidak-mampuan manusia untuk memenuhi kebutuhan pokok karena tingkat pendapatan rendah. Negara dengan tingkat pengangguran yang tinggi cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah
Tugas Kelompok Perekonomian Indonesia
Disusun Oleh :
Badar Adiwijaya (21212331)
Bryn Artha Patria (28212399)
Reinhart Hamonangan (26212094)
Tugas Kelompok Perekonomian Indonesia
Disusun Oleh :
Badar Adiwijaya (21212331)
Bryn Artha Patria (28212399)
Reinhart Hamonangan (26212094)
EKONOMI TRANSPORTASI
Pendahuluan
Hubungan erat antara ekonomi dan transportasi.
Core atau inti hubungan diantara keduanya ada dua hal yaitu pergerakan orang dan atau barang dan level aksesibilitas. Pergerakan orang dan atau barang timbul karena adanya derivated demand atau permintaan turunan dari suatu kegiatan atau aktifitas yang mengharuskan adanya perpindahan, dimana dengan perpindahan itu tentunya akan menghasilkan suatu nilai atau value yang dapat berbentuk bermacam macam, mulai dari uang, kepuasan, kebergunaan dan lain lain. Dan nilai atau value tersebut mulai dari suatu hal yang dapat diukur hingga suatu yang tidak dapat diukur karena menyangkut suatu hal yang abstrak, seperti kepuasan, semua hal yang terkait value tersebut dapat dikatakan membawa peningkatan secara ekonomi, apapun bentuknya.
ISI
Transportasi dan kesempatan ekonomi (economic opportunity)
Sistem transportasi yang baik, dalam hal ini tariff yang terjangkau oleh masyarakat, keterpaduan antar dan intra moda transportasi yang bagus, frekwensi kedatangan kendaraan yang memadai, ketepatan waktu kedatangan yang sesuai dengan jadwal atau time table, kondisi kendaraan yang nyaman dan tidak menyebabkan polusi baik suara dan udara, dan jangkauan area layanan yang mengcover semua bagian kota atau daerah (dengan standar jarak perjalanan maksimal penumpang untuk berjalan kaki menuju angkutan umum), kondisi infrastruktur yang memadai, iklim bisnis yang sehat dan peraturan yang jelas, hal ini tentunya akan dapat melahirkan kesempatan kesempatan di sektor ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan kinerja seperti diuraikan diatas maka system transportasi akan mampu menjawab/ memenuhi permintaan kebutuhan perjalanan atau pergerakan masyarakat dan juga akan mampu menjamin akses antara pasar, tempat-produksi barang/ jasa dan sumber- sumber ekonomi (resources) baik barang mentah, setengah jadi ataupun barang jadi namun masih d pergudangan. Pasar dan tempat-tempat produksi tidak hanya terkait barang namun juga manusia sebagai sumber ekonomi dalam hal ini tenaga kerja atau human resources dalam mengakses ke tempat-tempat produksi yaitu tempat kerja.
Sistem transportasi yang baik juga akan mampu mendukung program program terkait pembangunan ekonomi (economic developmant) seperti regional marketing, investment promotion, tourism development, supporting UKM dan lain lain. Karena transportasi akan menjadi kunci penentu daripada semua kegiatan yang intinya akan meningkatkan value added atau nilai tambah dari apapun.
Penutup
Daftar pustaka
http://ekonomidaerah.wordpress.com/ekonomi-transportasi/
http://pinterdw.blogspot.com/2012/02/manfaat-transportasi.html
KENAIKAN HARGA BAWANG
Pendahuluan
buruknya struktur pasar membuat harga bawang merah dan bawang putih naik.
Sebenernya struktur pasar yang tidak sehat, selama itu praktik pemburu rente itu tumbuh subur,
hampir semua petani menjual dengan sistem tebas atau ijon kepada tengkulak, di mana panen tebas ini adalah sebelum panen sudah dijual.
mahalnya harga bawang merah dan bawang putih mahal merupakan suatu kegagalan dari pemerintah &
ini hanya menguntungkan importir luar negeri atau bahkan menguntungkan pemain di dalam
negeri.
ISI
Turunnya harga saat panen serempak mengakibatkan petani enggan menanam bawang merah. Akibatnya, baru terasa akhir-akhir ini. Harga bawang merah kini naik karena terjadi kelangkaan di pasaran.
Harga bawang merah di pasaran bulan Maret ini cenderung mengalami kenaikan yang berlipat-lipat. Namun, ia cukup menyayangkan karena naiknya harga bawang merah ini tak banyak dinikmati oleh petani.
Berdasarkan data kementrian perdagangan, harga rata-rata bawang merah bulan Maret 2013 (pantauan sampai dengan tanggal 11) sebesar Rp 26.439 per kilogram (kg). Harga bulan Maret naik Rp 3.850 per kg atau sekitar 17,04 persen dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Februari 2013 sebesar Rp 22.589 per kg. Harga bawang merah tertinggi terjadi di Bandar Lampung sebesar Rp 50 ribu per kg dan terendah terjadi di Tanjung Pinang sebesar Rp18 ribu per kg.
“Ada sejarah kenapa harga bawang merah bisa naik. Dulu kalau petani panen sering dibarengi masuknya bawang impor, harga turun. Sekarang petani malas menanam, pasokannya jadi langka,” ujar Winarno, saat dihubungi, Selasa (12/3).
Ia menuturkan luasan lahan bawang merah di sentra-sentra produksi kini berkurang. Petani, kata dia lebih memilih menanam padi yang umumnya harganya lebih stabil dan menguntungkan.
Fenomena beralihnya petani bawang merah menjadi petani padi, kata Winarno mirip dengan tren berubahnya petani kedelai menuju komoditas lain. Hal ini sudah berdampak pada naiknya harga kedelai di tingkat perajin tahu tempe.
Menurutnya, pemerintah harus memetakan daerah-daerah yang menjadi sentra produksi bawang merah. Daerah tersebut, kata dia harus diatur masa tanam dan masa penennya. Ia yakin Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk menanam bawang merah. “Potensinya ada, tanahnya cukup,” ujarnya.
Penutup
Untuk menjaga harga di tingkat petani dan tetap terjangkau konsumen, menurut Winarno perlu ada pola baru untuk perdagangan bawang merah. Sebagai komoditas yang tidak bisa disimpan dalam waktu lama, bawang merah perlu dijual dalam bentuk olahan seperti pasta agar bisa lebih awet.
Jika bawang merah dijual dalam bentuk pasta, menurut dia petani akan tetap menikmati harga bawang merah yang bagus. Petani, tetap bisa menjual bawang merah kepada pengusaha produsen pasta. Di sisi lain, konsumen masih bisa membeli produk bawang merah dengan harga yang terjangkau.
Daftar Pustaka
http://acehterkini.com/kenapa-harga-bawang-naik-ini-kata-ketua-kontak-tani-nelayan-unggulan/
http://economy.okezone.com/read/2013/03/16/320/776766/alasan-harga-bawang-naik-dari-rente-sampai-importir-nakal
Minggu, 14 April 2013
EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL PADA PEREKONOMIAN INDONESIA
PENDAHULUAN
Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam
perekonomian Indonesia, baik sebagai salah satu sumber penerimaan devisa maupun
penciptaan lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Pariwisata ini juga
merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam perolehan
devisa negara melalui wisatawan mancanegara (wisman). Jika dibandingkan dengan
devisa yang dihasilkan dari sepuluh komoditi utama yaitu (1) minyak dan gas
bumi, (2) minyak kelapa sawit, (3) karet olahan, (4) pakaian jadi, (5) alat
listrik, (6) tekstil, (7) kertas dan barang dari kertas, (8) makanan olahan,
(9) kayu olahan, dan (10) bahan kimia, ternyata pariwisata memberikan
kontribusi dalam penerimaan devisa pada urutan keenam pada tahun 2006.
Peningkatan ekspor barang dan jasa pada tahun 2006 sampai tahun 2008 terus
terjadi, demikian halnya dengan pariwisata. Peningkatan devisa dari sektor
pariwisata lebih cepat jika dibandingkan dengan ekspor barang dan jasa lainnya.
Pada tahun 2007 sektor ini menempati posisi terbesar kelima jika dibandingkan
dengan ekspor lainnya, dan terus meningkat menjadi
Neraca pembayaran luar negeri balance of payment (BOP)
mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam
era globalisasi dan perdagangan bebas, pariwisata akan makin bertambah penting
dengan makin berkembangnya perdagangan dan investasi luar negeri. Namun, dalam
neraca jasa-jasa selalu terjadi defisit. Pariwisata yang termasuk bagian dari
neraca jasa-jasa merupakan satu-satunya yang memberikan kontribusi positif.
ISI
Permintaan pariwisata internasional di Indonesia dipengaruhi
oleh pendapatan dari negara asal wisatawan, harga pariwisata Indonesia, dan
harga pariwisata negara pesaing, yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Apakah kedatangan wisatawan ke Indonesia ini merupakan rangkaian perjalanan
pariwisata dari ketiga negara tersebut (sebagai barang komplemen) atau
merupakan pilihan tunggal sebagai tujuan utama perjalanan (sebagai barang
substitusi).
Data harga pariwisata dalam praktiknya sulit diperoleh
karena komoditi pariwisata merupakan komposit dari barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh wisatawan. Studi yang dilakukan oleh Jorgensen dan Solvoll
(1996) dan Kulendran dan King (1997) dalam Stabler et.al. (2010) menggunakan
biaya paket wisata sebagai proxy untuk harga pariwisata. Harga pariwisata
sebenarnya terdiri dari harga berbagai jenis barang dan jasa sehingga sulit
untuk mendapatkan angka tunggal tentang harga ini. Oleh karena itu, harga
pariwisata dapat direpresentasikan oleh indeks harga konsumen negara tujuan
dibagi dengan indeks harga konsumen negara asal wisatawan dibagi dengan nilai
tukar mata uang ke dua negara (Choyakh, 2008).
Permintaan pariwisata juga dapat dipengaruhi oleh permintaan
pariwisata pada tahun sebelumnya karena alternatif untuk mengunjungi tempat
lain terkendala oleh terbatasnya informasi daerah tujuan tersebut. Sering
diasumsikan
bahwa semakin banyak informasi tentang daerah tujuan wisata
tersebut, akan semakin banyak wisatawan yang mengunjunginya. Dampak peningkatan
informasi ini dapat dilihat dengan memasukkan variabel lag dalam persamaan
permintaan akan pariwisata sebagai variabel bebas. Ini sejalan dengan hipotesis
bahwa umumnya wisatawan akan mengunjungi kembali daerah yang pernah dikunjungi
sebelumnya.
Jumlah penduduk suatu negara juga merupakan salah satu
variabel yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke negara lain. Semakin
meningkat jumlah penduduknya, akan semakin banyak penduduk tersebut melakukan
perjalanan wisata. Variabel lainnya yang mempengaruhi jumlah kunjungan
wisatawan, antara lain, pengeluaran untuk pemasaran, variabel dummy event seni,
budaya dan olah raga, perubahan politik negara yang dikunjungi, kebijakan
pemerintah dan keamanan.
Sebagian besar studi tentang permintaan pariwisata
menggunakan persamaan tunggal dengan jumlah kunjungan wisatawan ke suatu
destinasi merupakan fungsi dari pendapatan, harga pariwisata, nilai tukar mata
uang negara asal dengan negara tujuan, biaya transportasi, serta variabel dummy
tentang faktor kualitatif yang mempengaruhi kunjungan wisatawan. Model yang
digunakan dapat berupa model log linear dengan koefisien dari variabel
penjelasnya mencerminkan nilai elastisitasnya (Garin-Munoz et al., 2000,
Choyakh, 2008, Poenca and Elias, 2005, Aslam et al., 2009), dan model linear
biasa yang koefisien variabel penjelasnya koefisien constant marginal effect
(Stabler et al., 2010). Namun, terdapat beberapa penelitian yang menggunakan
panel data yang merupakan kombinasi data time series dengan data cross-section
untuk menghindari terjadinya multikolinearitas dan meningkatkan derajat
kebebasan (Choyakh, 2008).
Model yang telah dibuat walaupun secara teori ekonomi benar,
secara statistik signifikan, dan secara ekonometrik benar untuk sampel yang
sesuai pada periode yang digunakan, sudah tidak dapat dipakai untuk peramalan
karena cepatnya perubahan hubungan struktural dari model yang telah dibuat
(Koutsoyianis, 1978). Berdasarkan teori mikroekonomi tentang permintaan,
permintaan pariwisata didefinisikan sebagai sejumlah barang dan jasa pariwisata
di mana konsumen (wisatawan) bersedia dan mampu untuk membeli dalam waktu dan
kondisi tertentu. Dalam hal ini permintaan adalah fungsi dari pendapatan
wisatawan, harga barang dan jasa pariwisata, harga barang dan jasa substitusi,
serta variabel kualitatif lainnya seperti krisis ekonomi dan perang teluk
dengan menggunakan variabel dummy (Choyakh, 2008).
Witt et al. (1995) dalam Mavri (2009) menyatakan bahwa sudah
banyak studi tentang permintaan pariwisata dengan menggunakan pendekatan
ekonometrika. Teknik kuantitatif lainnya yang juga sering digunakan adalah
gravity model dan model time series. Temuan utama dalam model tersebut
menyatakan bahwa tidak mungkin membangun model hanya dengan menggunakan persamaan
tunggal untuk semua negara asal dan tujuan wisatawan. Variabel tertentu dapat
mempengaruhi suatu negara, tetapi tidak mempengaruhi negara yang lain dan
estimasi koefisien sangat bervariasi antar-negara. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan persamaan simultan untuk
melihat keterkaitan antarvariabel yang mempengaruhi permintaan wisatawan
mancanegara di Indonesia serta penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri.
Pariwisata seperti halnya sektor perekonomian lainnya,
memiliki peluang semakin berkembang yang cukup besar, dengan adanya
liberalisasiHal tersebut
terjadi karena semakin mudahnya akses sarana transportasi
antarnegara serta semakin terbukanya penduduk melakukan perjalanan ke luar
negeri, meningkatnya volume perdagangan internasional, dan masuknya/keluarnya
investasi dari/ke luar negeri
Penutup
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia
dipengaruhi secara positif oleh GDP negara asal wisatawan dan harga pariwisata
negara pesaing. Demikian juga dengan pengeluaran mereka selama di Indonesia
sehingga jumlah devisa yang masuk ke Indonesia akan meningkat saat GDP negara
asal wisatawan dan atau harga pariwisata negara pesaing meningkat. Sementara
harga pariwisata Indonesia di mata wisatawan mancanegara berpengaruh negatif
terhadap jumlah kunjungan maupun pengeluarannya.
Nilai tukar rupiah
terhadap mata uang negara asal wisatawan berpengaruh negatif terhadap neraca
pariwisata Indonesia. Semakin menguat nilai rupiah, semakin berkurang devisa
yang masuk ke Indonesia dan semakin meningkat devisa yang keluar Indonesia
sehingga neraca pariwisata semakin mengecil.
Pemulihan perekonomian dunia yang mulai membaik setelah
terjadinya krisis global dan peningkatan GDP negara asal wisman perlu disikapi
dengan upaya promosi yang lebih terfokus pada negara-negara yang potensial
mendatangkan wisman.
Stabilitas harga di dalam negeri dan stabilitas nilai tukar
mata uang asal wisatawan dengan mata uang rupiah diperlukan untuk menjaga agar
harga pariwisata Indonesia tetap kompetitif. Selain itu, jaminan keamanan di
dalam negeri tetap harus ditingkatkan.
Dalam upaya meningkatkan jumlah kunjungan wisman, pemerintah
memberikan kemudahan melalui fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS).
Namun, sejak tahun 2004 fasilitas tersebut diganti dengan Visa Saat Kunjungan
(visa on arrival) untuk beberapa negara asal wisman dengan menerapkan prinsip
resiprokal. Hal ini dapat menghambat upaya peningkatan jumlah kunjungan wisman.
Pemberian bebas fiskal kepada penduduk Indonesia yang akan
pergi ke luar negeri memicu peningkatan jumlah outbound sehingga devisa yang
keluar melalui outbound akan meningkat lebih cepat yang pada gilirannya akan
menurunkan neraca pariwisata.
Daftar Pustaka
Langganan:
Postingan (Atom)